Kamis, 06 Oktober 2016

permintaan tenaga kerja, kurva permintaan tenaga kerja, determinan pemintaan tenaga kerja, elastisitas permintaan tenaga kerja (sap 4 unud)

1.                 Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan. Hal ini berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang dan jasa karena barang itu memberikan nikmat (utility) kepada si pembeli sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena untuk membantu memproduksikan barang/jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari kenaikan permintaan konsumen akan barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja seperti itu disebut derived demand (Payaman Simanjuntak, 2001). 
Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan atau instansi tertentu. Biasanya permintaan akan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil (Soni Sumarsono, 2003).


1.2            Kurva Permintaan Tenaga Kerja
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori ekonomi neoklasik, di mana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan seorang pekerja atau istilah lainnya disebut Marjinal Physical Product dari tenaga kerja (MPPL), (2) penerimaan marjinal, yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut atau istilah lainnya disebut Marginal Revenue (MR). Penerimaan marjinal di sini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL. P, dan (3) biaya marjinal, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pemberi kerja, sehingga ia akan terus menambah jumlah pekerja selama MR lebih besar dari tingkat upah (Bellante dan Jackson, 1990).
Value Marginal Physical Product of Labor atau VMPP adalah nilai pertambahan hasil marjinal dari tenaga kerja. P adalah harga jual barang per unit, DL adalah permintaan tenaga kerja, W adalah tingkat upah, dan L adalah jumlah tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga kerja yang diminta suatu lapangan usaha akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap.
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu lapangan usaha tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, pengusaha lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru.
Marginal Revenue Product atau MRP dari suatu input variabel adalah penerimaan tambahan yang diperolah suatu perusahaan dengan mempekerjakan unit input tambahan, cateris paribus. Jika tenaga kerja adalah faktor variabel, misalnya merekrut unit tambahan akan menghasilakan output tambahan (produk marginal dari tenaga kerja). Penjualan output tambahan itu akan menghasilkan penerimaan. Produk penerimaan marginal adalah penerimaan yang diproduksi dengan menjual barang atau jasa yang diproduksi oleh unit marginal tenaga kerja. Dalam perusahaan bersaing, produk penerimaan marginal adalah nilai produk marginal suatufactor(CaseanFair,2007).
Dengan menggunakan tenaga kerja sebagai faktor variabel, kita bisa menyatakan dalil ini dengan lebih formal dengan mengatakan jika MPL adalah produk tenaga kerja marginal dan PX adalah harga output, maka produk penerimaan marginal dari tenaga kerja adalah MRPL = MPL X PX (Case and Fair, 2007).
Menurut Simanjuntak (1985), dasar yang digunakan pengusaha untuk menambah atau mengurangi jumlah karyawan adalah: Pertama-tama sang pengusaha perlu memperkirakan tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha sehubungan dengan penambahan seorang karyawan. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marginal physical product dari karyawan, atau disingkat MPPL. Kedua, pengusaha menghitung jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marginal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marginal atau marginal revenue, yaitu nilai MPPL tadi. Jadi, marginal revenue sama dengan nilai dari MPPL, yaitu besarnya MPPL dikalikan dengan harganya per unit (P).
Jadi:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEih-LIxGBRBx-fSpDfVUhxxlB-gw9RXkKSooWZxVOIzzemERmWQ4B2vNwDew-8mrwZ5nkyg6mt-0x_wbcmMY5FdfBto3IsOH7tvjql80oZuGStPtBXpq3imyEGK20N8tEmXORzWEXOeRdLK/s400/10-1+Penerimaan+Marginal+%2528Marginal+Revenue%2529.jpg

Dimana:MR : Marginal revenue, penerimaan marginal
VMPPL : Value marginal physical product of labor, nilai pertambahan hasil marginal dari karyawan
MPPL : Marginal physical product of labor
P : Harga jual barang yang diproduksikan per unit.
Akhirnya pengusaha membandingkan MR tersebut dengan biaya mempekerjakan tambahan seorang tadi. Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan tambahan seorang karyawan adalah upahnya sendiri (W) dan dinamakan biaya marjinal atau marginal cost (MC). Bila tambahan pemerimaan marjinal (MR) lebih besar dari biaya mempekerjakan orang yang menghasilkannya (W), maka mempekerjakan tambahan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha. Dengan kata lain dalam rangka menambah keuntungan, pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari W (Simanjuntak,1985).


Misalnya tenaga kerja terus ditambah sedangkan alat-alat dan faktor produksi lain jumlahnya tetap. Maka perbandingan alat-alat produksi untuk setiap pekerja menjadi lebih kecil dan tambahan hasil marginal menjadi lebih kecil pula. Dengan kata lain, semakin bertambah karyawan yang dipekerjakan, semakin kecil MPPL-nya dan nilai MPPL itu sendiri. Ini yang dinamakan hukum diminishing returns dan dilukiskan dengan garis DD dalam berikut :

Hukum Diminishing Returns, Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja (Simanjuntak, 1985)
Hukum Diminishing Returns, Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja (Simanjuntak, 1985)
Garis DD melukiskan besarnya nilai hasil marginal karyawan (value marginal physical product of labor atau VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan. Bila misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak 0A=100 Orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke-100 dinamakan VMPPL nya dan besarnya sama dengan MPPL x P = W1. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh sebab itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan memperkerjakan tenaga kerja hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL x P sama dengan upah yang dibayarkan pada karyawan. Dengan kata lain pengusaha mencapai laba maksimum bila MPPL x P = W . Penambahan tenaga kerja yang lebih besar dari pada ON, misalnya OB akan mengurangi keuntungan pengusaha. Pengusaha membayar upah pada tingkat yang berlaku (W), padahal hasil nilai marginal yang diperolehnya sebesar W2 yang lebih kecil dari pada W. Jadi pengusaha cenderung untuk menghindari jumlah karyawan yang lebih besar dari pada ON. Penambahan karyawan yang lebih besar dari ON dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat membayar upah dibawah W atau pengusaha dapat menaikkan harga jual barang (Simanjuntak, 1985).


1.3                     Determinan Permintaan Tenaga Kerja
Menurut Arfida (2003), permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah (yang dilihat dari perspektif seorang majikan adalah harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan (dalam hal ini dapat dikatakan dibeli).

Menurut Simanjuntak (1985), pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya (derived demand).

Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan (Arfida, 2003):
1) Tingkat upah
Makin tinggi tingkat upah, makin sedikit tenaga kerja yang diminta. Begitu pula sebaliknya.

2) Teknologi
Kemampuan menghasilkan tergantung teknologi yang dipakai. Makin efektif teknologi, makin besar artinya bagi tenaga kerja dalam mengaktualisasi ketrampilan dan kemampuannya.

3) Produktivitas
Produktivitas tergantung modal yang dipakai. Keleluasaan modal akan menaikkan produktivitas kerja.

4) Kualitas tenaga kerja
Latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang merupakan indeks kualitas tenaga kerja mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Begitu pula keadaan gizi mereka.

5) Fasilitas modal
Dalam realisasinya, produk dihasilkan atas sumbangan modal dan tenaga kerja yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini dikarenakan peranan input yang lain dapat merupakan faktor penentu lain.

Menurut Sumarsono (2003), permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil.
1.Perubahan tingkat upah
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan.

2. Perubahan permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan .
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.

3. Harga barang modal turun
Apabila harga barang modal turun, maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar. Disamping itu permintaan akan tenaga kerja dapat bertambah besar karena peningkatan kegiatan perusahaan.


1.4                     Elastisitas Penawaran Tenaga Kerja
Elastisitas akan permintaan tenaga kerja di definisikan sebagai persentase perubahan permintaan akan tenaga kerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah sebanyak 1 persen.Secara umum di tuliskan dalam persamaan:
e =

Dimana :
Ø  e          = adalah elastisitas permintaan akan tenaga kerja,
Ø  N      = adalah perubahan jumlah pekerja yang terjadi
Ø  N         = adalah jumlah yang bekerja mula-mula
Ø  W     = adalah tingkat upah yang sedang berlaku
Rumus dapat ditulis dalam bentuk :
e = x
Artinya bila tingkat upah naik, jumlah orang yang di pekerjakan menurun, dan sebaliknya. Jadi dalam persamaan hubungannya negatif.
Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor seperti pertanian, keuangan, perdagangan dan lain sebagainya. Tiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Laju pertumbuhan yang berbeda tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur  terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam kontribusinya terhadap pendapatan nasional. Perbedaan laju pertumbuhan pendapatan regional dan kesempatan kerja tersebut, juga menunjukkan perbedaan elastisitas masing-masing sektor untuk penyerapan tenaga kerja. Besar kecilnya elastisitas permintaan tergantung dari empat faktor (Simanjuntak, 1998) yaitu:
a)     Kemungkinan substitusi tenaga kerja dengan factor produksi yan lain, misalnya modal.
·         Jika tingkat upah naik secara umum akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja yang diminta.
b)     Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan.
·         Seperti dijelaskan sebelumnya kenaikan tingkat upah akan dapat menurunkan permintaan terhadap tenaga kerja.
c)      Proporsi biaya karyawan terhadap seluru biaya produksi.
·         Besarnya proporsi biaya karyawan terhadap keseluruhan biaya produksi searah dengan elastisitas permintaan terhadap tenga kerja.
d)     Elastisitas penyediaan dari bahan-bahan pelengkap dalam produksi seperti
modal, tenaga listrik, bahan-bahan dan lain-lain.
·         Dalam hal ini elastisitas permintaan terhadap tenaga kerja juga searah dengan elastisitas penyediaan dari bahan-bahan pelengkap dalam proses produksi.
1.     Kesempatan Kerja (KK) Sektoral
            Permintaan terhadap tenaga keria selain dapat dilihat secara mikro yaitu dari segi perusahaan juga dapat dilihat secara makro baik secara sektoral. jenis jabatan, pendidikan, status hubungan kerja dan lain-lainnya. Pendekatan secara makro melihat permintaan tenaga kerja menurut propinsi, kabupaten, maupun Negara. Permintaan tenaga kerja secara makro juga sering dikenal dengan istilah kesempatan keria atau jumlah orang yang bekeria atau pekeria. Konsep bekeria atau kesempatan kerja mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Konsep bekerja ini digunakan oleh Badan Pusat Statistik BPS) dalam mendata jumlah penduduk yang bekerja baik dan sensus penduduk maupun survai penduduk. Berikut ini akan disampaikan konsep penduduk yang bekeria pada beberapa periode sensus penduduk.


2.      Kesempatan Kerja Menurut Status Hubungan Kerja
      Bagi kebanyakan negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. tingkat pengangguran terbuka (open unemployment) yang dipublikasikan umumnya rendah, bahkan mungkin lebih rendah daripada negara maju. Status hubungan kerja ini sering juga diistilahkan sebagai status pekerjaan seperti yang digunakan oleh BPS dalam mendata pekerja menurut status hubungan kerianya status pekeriaan ini dibagi ke dalam 5 katagori sebagai berikut.
1). Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain.
2). Berusaha dengan bantuan anggota rumah tangga/Buruh tidak tetap.
3). Berusaha dengan buruh tetap
4). Buruh/karyawan.
5). Pekerja keluarga.

            Kelima katagori status pekeriaan tersebut di dalam analisis tentang kondisi ketenagakeriaan, seringkali dibagi menjadi 2 kelompok status pekeriaan yaitu :
1)      formal : Status pekeriaan yang tergolong formal terdiri dari
·         mereka yang berusaha dengan dibantu buruh tetap;
·         buruh karyawan.
2)      Informal : Status pekeriaan yang tergolong formal terdiri dari
·         mereka yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain;
·         mereka yang berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap;
·         pekeria keluarga
            Pada umumnya pekerjaan di sektor informal melibatkan mereka dengan pendidikan yang relatif rendah, ketrampilan rendah, sehingga cenderung penghasilan pekeria di sektor informal juga relatif rendah. Dengan lebih banyaknya persentase pekeria yang mengandalkan hidupnya di sektor informal, maka masyarakat yang menjadi tanggungan dari pekeria sektor informal tersebut juga cenderung akan lebih banyak dibandingkan dengan tanggapan mereka yang terlibat di sektor formal. Maka tidaklah mengherankan jika ahli ketenagakeriaan menyatakan bahwa sektor informal merupakan katup pengaman bagi perekonomian Indonesia. Sethuraman (1975) mengemukakan beberapa ciri sektor informal dari hasil penelitiannya di beberapa Negara Asia termasuk di Indonesia antara lain :
            1)         menggunakan teknologi tradisional
            2)         memproses bahan mentah lokal
            3)         tidak memiliki akses terhadap perusahaan
            4)         tidak terjangkau oleh sistem perijinan dan perpajakan
            5)         bermodal kecil

3.      Kesempatan Kerja Menurut Status Jenis Jabatan
            Secara internasional sudah ada klasifikasi baku mengenai jenis jabatan yang terbuat dalam ISCO nternational standard clasification of occupation). Di Indonesia klasifikasi jenis jabatan ini disebut dengan KI (Klasifikasi Jabatan Indonesia). KUI bagi jenis jabatan menjadi 8 buah golongan pokok jabatan.  Golongan pokok jabatan tersebut dibagi lagi ke dalam 83 golongan jabatan, yang selanjutnya dibagi menjadi 295 kelompok jabatan dan akhirnya dibagi menjadi 1.688 nama jabatan. Adapun golongan pokok jabatan tersebut adalah sebagai berikut.
            Kode                                       Golongan Pokok
1                                                                                Tenaga Profesional, Teknisi dan yang sejenisnya
2                                                                                Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan
3                                                                                Tenaga tata usaha dan tenaga yang sejenisnya
4                                                                                Tenaga usaha penjualan
5                                                                                Tenaga usaha jasa
6                                                                                Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan Perikanan
7/8/9                            Tenaga produksi, operator alat angkutan dan pekerja kasar
X                                 Lainnya (tenaga yang tidak dapat diklasifikasikan dalam salah                                 satu jabatan).
            Berdasarkan jenis jabatan, pekerjaan yang ada dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu tenaga kerja kantoran (white Collar worker) dan tenaga kerja kasar (Blue Collar worker. Untuk mengetahui bagaimana distribusi kerja menurut jenis jabatan BPS telah mendata hal tersebut baik melalui sensus penduduk maupun survai penduduk sehingga dapat diketahui perkembangan pekeria di Indonesia menurut jenis pekerjaannya.

  1. Kesempatan Kerja Menurut Pendidikan
            Selain pada katagori-katagori yang telah disampaikan sebelumnya, pekerja juga dapat diklasifikasikan ke dalam pendidikan yang mereka miliki. Klasifikasi ini sangat penting dalam memahami masalah ketenagakerjaan mengingat pendidikan merupakan salah satu cermin kualitas dari pekeria tersebut. Jenis pendidikan juga dapat menentukan jenis pekerjaan yang dimiliki maupun status pekerjaannya.
  1. Kesempatan Kerja Menurut Status Hubungan Kerja
      Bagi kebanyakan negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. tingkat pengangguran terbuka (open unemployment) yang dipublikasikan umumnya rendah, bahkan mungkin lebih rendah daripada negara maju. Status hubungan kerja ini sering juga diistilahkan sebagai status pekerjaan seperti yang digunakan oleh BPS dalam mendata pekerja menurut status hubungan kerianya status pekeriaan ini dibagi ke dalam 5 katagori sebagai berikut.
1). Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain.
2). Berusaha dengan bantuan anggota rumah tangga/Buruh tidak tetap.
3). Berusaha dengan buruh tetap
4). Buruh/karyawan.
5). Pekerja keluarga.

            Kelima katagori status pekeriaan tersebut di dalam analisis tentang kondisi ketenagakeriaan, seringkali dibagi menjadi 2 kelompok status pekeriaan yaitu :
3)      formal : Status pekeriaan yang tergolong formal terdiri dari
·         mereka yang berusaha dengan dibantu buruh tetap;
·         buruh karyawan.
4)      Informal : Status pekeriaan yang tergolong formal terdiri dari
·         mereka yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain;
·         mereka yang berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap;
·         pekeria keluarga
            Pada umumnya pekerjaan di sektor informal melibatkan mereka dengan pendidikan yang relatif rendah, ketrampilan rendah, sehingga cenderung penghasilan pekeria di sektor informal juga relatif rendah. Dengan lebih banyaknya persentase pekeria yang mengandalkan hidupnya di sektor informal, maka masyarakat yang menjadi tanggungan dari pekeria sektor informal tersebut juga cenderung akan lebih banyak dibandingkan dengan tanggapan mereka yang terlibat di sektor formal. Maka tidaklah mengherankan jika ahli ketenagakeriaan menyatakan bahwa sektor informal merupakan katup pengaman bagi perekonomian Indonesia. Sethuraman (1975) mengemukakan beberapa ciri sektor informal dari hasil penelitiannya di beberapa Negara Asia termasuk di Indonesia antara lain :
            1)         menggunakan teknologi tradisional
            2)         memproses bahan mentah lokal
            3)         tidak memiliki akses terhadap perusahaan
            4)         tidak terjangkau oleh sistem perijinan dan perpajakan
            5)         bermodal kecil

  1. Kesempatan Kerja Menurut Status Jenis Jabatan
            Secara internasional sudah ada klasifikasi baku mengenai jenis jabatan yang terbuat dalam ISCO nternational standard clasification of occupation). Di Indonesia klasifikasi jenis jabatan ini disebut dengan KI (Klasifikasi Jabatan Indonesia). KUI bagi jenis jabatan menjadi 8 buah golongan pokok jabatan.  Golongan pokok jabatan tersebut dibagi lagi ke dalam 83 golongan jabatan, yang selanjutnya dibagi menjadi 295 kelompok jabatan dan akhirnya dibagi menjadi 1.688 nama jabatan. Adapun golongan pokok jabatan tersebut adalah sebagai berikut.
            Kode                                       Golongan Pokok
7                                                                                Tenaga Profesional, Teknisi dan yang sejenisnya
8                                                                                Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan
9                                                                                Tenaga tata usaha dan tenaga yang sejenisnya
10                                                                            Tenaga usaha penjualan
11                                                                            Tenaga usaha jasa
12                                                                            Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan Perikanan
7/8/9                            Tenaga produksi, operator alat angkutan dan pekerja kasar
X                                 Lainnya (tenaga yang tidak dapat diklasifikasikan dalam salah                                 satu jabatan).
            Berdasarkan jenis jabatan, pekerjaan yang ada dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu tenaga kerja kantoran (white Collar worker) dan tenaga kerja kasar (Blue Collar worker. Untuk mengetahui bagaimana distribusi kerja menurut jenis jabatan BPS telah mendata hal tersebut baik melalui sensus penduduk maupun survai penduduk sehingga dapat diketahui perkembangan pekeria di Indonesia menurut jenis pekerjaannya.


  1. Kesempatan Kerja Menurut Pendidikan
            Selain pada katagori-katagori yang telah disampaikan sebelumnya, pekerja juga dapat diklasifikasikan ke dalam pendidikan yang mereka miliki. Klasifikasi ini sangat penting dalam memahami masalah ketenagakerjaan mengingat pendidikan merupakan salah satu cermin kualitas dari pekeria tersebut. Jenis pendidikan juga dapat menentukan jenis pekerjaan yang dimiliki maupun status pekerjaannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar