Pasar
Kerja
1. Konsep-konsep Dasar di Pasar Kerja
Pasar Tenaga Kerja adalah : seluruh
aktivitas dari pelaku-pelaku untuk mempertemukan pencari kerja dengan lowongan
kerja, atau proses terjadinya penempatan dan atau hubungan kerja melalui
penyediaan dan penempatan tenaga kerja. Pelaku-pelaku yang dimaksud di sini
adalah pengusaha, pencari kerja dan pihak ketiga yang membantu pengusaha dan
pencari kerja untuk dapat saling berhubungan.
Menurut Suroto (1990 : 147), Pasar Kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan
tenaga kerja, atau seluruh permintaan dan penawaran dalam masyarakat dengan
seluruh mekanisme yang memungkinkan adanya transaksi produktif diantara orang
menjual tenaganya dengan pihak pengusaha yang
Menurut Suroto (1990 :
147), Pasar Kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan tenaga kerja, atau
seluruh permintaan dan penawaran dalam masyarakat dengan seluruh mekanisme yang
memungkinkan adanya transaksi produktif diantara orang menjual tenaganya dengan
pihak pengusaha yang membutuhkan tenaga tersebut.
Pasar kerja adalah area
bebas yang di mana pekerja dapat direkrut untuk mengisi berbagai macam posisi,
seperti sekretaris, mekanik, kasir, dan sebagainya. Menurut Payaman J.
Simandjuntak, pasar kerja adalah proses terjadinya penempatan atau hubungan
kerja melalui penyediaan dan permintaan tenaga kerja.
Dalam sebuah buku Hj.
Ike Kusdyah Rachmawati, SE, MM menjelaskan bahwa pasar kerja merupakan seluruh
aktivitas yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja, yaitu pengusaha
atau produsen, pencari kerja, perantara atau pihak ketiga dimana terdapat
kemudahan bagi kedua pihak untuk saling berhubungan. Pihak ketiga bisa
pemerintah, lembaga informal atau formal, konsultan, dan badan swasta.
Sedangkan menurut
Simanjuntak (2001 : 101), pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari
pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku ini
terdiri dari :
1. Yang membutuhkan Pengusaha tenaga.
2. Pencari Kerja
3. Perantara atau pihak ketiga yang
memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling berhubungan.
Menurut Suroto (1992:
193) masalah dalam pasar kerja pada dasarnya dapat disebut sebagai
ketidakseimbangan antara pesediaan dengan kebutuhan tenaga kerja dan dapat
digolongkan dalam 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Masalah kelebihan tenaga kerja yang
timbul apabila persediaan tenaga kerja lebih besar dari pada kebutuhan tenaga
kerja dalam masyarakat.
2. Masalah kekurangan tenaga kerja yang
timbul apabila persediaan tenaga kerja daripada kebutuhan.
3. Masalah rintangan pasar kerja yang
timbul apabila persediaan tenaga kerja sebenarnya sesuai dengan kebutuhan
tenaga kerja dalam masyarakat, akan tetapi nyatanya karena adanya suatu
rintangan, keduanya tidak bertemu pada tempat dan waktu yang sama. Disini
masalahnya terletak dalam mekanisme penyalurannya.
4. Semua masalah dalam ketiga golongan
a,b,c, diatas terjadi sebelum orang memiliki atau masuk dalam pekerjaaan, baik
pekerjaan mandiri. Massalah disini antara lain menyangkut pendapatan, kepastian
tenaga kerja untuk memiliki dan mempertahankan pekerjaan, keselamatan jasmani,
ketentraman, perlakuan adil dan produktivitas kerja. Kelompok masalah ini
disebut ketidaklayakan dalam lingkungan kerja.
Pasar tenaga kerja dapat
diartikan sebagai suatu pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli tenaga
kerja. Sebagai penjual tenaga kerja di dalam pasar ini adalah para pencari
kerja (Pemilik Tenaga Kerja), sedangkan sebagai pembelinya adalah orang-orang
atau lembaga yang memerlukan tenaga kerja. Pasar tenaga kerja diselenggarakan
dengan maksud untuk mengkoordinasi pertemuan antara para pencari kerja dan
orang-orang atau lembaga-lembaga yang membutuhkan tenaga kerja. Dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari perusahaan, maka pasar tenaga kerja
ini dirasakan dapat memberikan jalan keluar bagi perusahaan untuk memenuhinya.
Dengan demikian tidak terkesan hanya pencari kerja yang mendapat keuntungan
dari adanya pasar ini. Untuk menciptakan kondisi yang sinergi antara kedua
belah pihak, yaitu antara penjual dan pemberi tenaga kerja maka diperlukan
kerjasama yang baik antara semua pihak yang terkait, yaitu penjual tenaga
kerja, pembeli tenaga kerja, dan pemerintah.
Para pelaku di pasar tenaga kerja, terdiri
dari :
1. Pencari kerja
- Setiap
orang yang mencari pekerjaan baik karena menganggur, putus hubungan kerja
maupun orang yang sudah bekerja tetapi ingin mendapatkan pekerjaan lebih
baik yang sesuai dengan pendidikan, bakat, minat dan kemampuan yang
dinyatakan melalui aktivitasnya mencari pekerjaan
2. Pemberi kerja
- Perorangan,
pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga
kerja dengan membayar imbalan berupa upah atau gaji
3. Perantara
- Media
atau lembaga yang mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja, misalkan
agen penyalur tenaga kerja, bursa kerja dan head hunters (Pihak
ketiga yang menghubungkan pencari kerja dengan perusahaan yang membutuhkan
tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Sebagai imbalan,
head hunters akan memperoleh prosentasi gaji dari orang yang diterima
bekerja atau komisi dari perusahaan)
2. Bentuk-bentuk Pasar Kerja
a) Pasar Bersaing Sempurna; "Banyak Perusahaan VS Banyak
Buruh/Pekerja" Pasar bersaing sempurna dicirikan oleh dua hal yaitu :
·
Keseimbangan kekuatan antara sisi permintaan dengan sisi penawaran,
·
Kesempurnaan informasi.
Sebagai ilustrasi
seringkali dinyatakan bahwa pasar bersaing sempurna (pasar kompetitif)
dicirikan oleh jumlah pencari kerja dan jumlah perusahaan yang membutuhkan
tenaga kerja yang sama banyaknya. Sama-sama banyak disini tidak hanya mengacu
kepada jumlah fisik, melainkan lebih kepada tingkat independensinya, baik
diantara tenaga kerja maupun juga diantara perusahaan. Mengingat diantara
tenaga kerja maupun diantara perusahaan memiliki independensi
(kemandirian/tidak ada ketergantungan), maka kedua belah pihak secara
individual tidak memiliki kekuatan nyata untuk menentukan tingkat upah. Dalam
situasi ini upah ditentukan berdasarkan keseimbangan kekuatan antara penawaran
dan permintaan tenaga kerja.
Table 1. Upah di Pasar Bersaing Sempurna
Kondisi pasar bersaing sempurna di ilustrasikan Gambar 1, dimana terdapat
kurva penawaran tenaga kerja (S) yang identik dengan biaya marginal (marginal
cost of labour atau MCL) dan ada kurva permintaan tenaga kerja (D) yang identik
dengan kurva produktivitas marjinal (marginal productivity of labor atau MPL).
Perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran terjadi pada titik E
sebagai suatu titik pertemuan antara penawaran dan permintaan. Dimana baik
buruh dan pengusaha sepakat untuk menawarkan dan mempekerjakan sebanyak L*
tenaga kerja dengan tingkat upah W*.
b)
Pasar Monopsoni; "Satu Perusahaan VS Banyak
Buruh/Pekerja"
Pasar monopsoni digambarkan sebagai sebuah pasar yang hanya memiliki satu
pembeli dan banyak penjual. Dalam pasar tenaga kerja, hal ini bermakna hanya satu
perusahaan yang membutuhkan jasa pekerja, akan tetapi ada banyak sekali tenaga
kerja yang membutuhkan pekerjaan.
Pengertian "satu perusahaan" bukan berarti secara fisik, tetapi
perusahaan-perusahaan tergabung dalam "satu asosiasi perusahaan" yang
membuat perilaku seragam diantara anggotanya. Dengan demikian "perusahaan
monopsoni" (satu perusahaan tadi) memiliki kekuatan nyata dalam pasar
untuk menentukan tingkat upah. Dalam situasi ini upah buruh/pekerja sering
berada dibawah tingkat produktivitasnya atau dengan kata lain terjadi
eksploitasi tenaga kerja.
Table 2. Upah di Pasar Monopsoni
Pasar kerja
monopsonistik, diilustrasikan pada Gambar-2, Dimana Kurva MCL tidak lagi
identik dengan kurva S. Kurva MCL berada diatas kurva S, sementara kurva D
tetap identik dengan MPL. Dalam pasar persaingan sempurna keseimbangan akan
terjadi ketika MCL= MPL, dimana upah sama dengan marginal produktivitas tenaga
kerja (MPL). Sedang pada situasi pasar monopsoni keseimbangan berada pada titik
E, dimana upah sebesar W*, sedangkan penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak
L*. Terlihat di sini, bahwa pada kondisi L*, tingkat produktivitas buruh adalah
MPL yang lebih tinggi daripada W* atau keseimbangan upah berada di bawah
marginal produktivitasnya
Ini berarti, dalam
keseimbangan pasar tenaga kerja yang monopsonistik, buruh dibayar lebih rendah
dibandingkan produktivitasnya. Selisih antara produktivitas buruh dengan upah
yang diterima ini sering disebut sebagai eksploitasi.
Dalam kondisi
demikian, cukup alasan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan upah minimum,
misalnya sebesar Wm. Dengan kebijakan ini, keseimbangan akan bergeser dari E ke
F. Dengan mudah bisa dilihat, bahwa upah akan naik dari W* ke Wm, dan
penyerapan tenaga kerja juga akan naik dari L* ke Lm. Jelas bahwa, tidak
seperti dalam kasus pasar kompetitif, penetapan upah minimum justru berdampak
positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Itulah mengapa, pasar tenaga kerja
yang monopsonistik dianggap sebagai justifikasi teoretis bagi pemberlakuan upah
minimum.
c). Pasar Monopoli;
"Banyak perusahaan VS Satu Buruh"
Pasar monopoli secara sederhana digambarkan terdapat banyak perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja tetapi hanya ada satu pencari kerja.
Pengertian "satu pencari kerja" bukan berarti secara fisik,
tetapi satu serikat buruh/pekerja yang sangat kuat sehingga membentuk
keseragaman perilaku tenaga kerja. Dengan demikian satu Serikat Buruh memiliki
kekuatan untuk menentukan tingkat upah dalam pasar tenaga kerja. Dalam situasi
ini upah pekerja adalah upah maksimum dan kenaikan upah mendorong peningkatan
pengangguran. Pasar kerja di mana Serikat Pekerja memiliki kekuatan monopoli
diilustrasikan pada Gambar 3.
Table 3. Upah di Pasar Monopoli
Apabila pasar kerja bersaing sempurna keseimbangan akan tercapai di titik
E. Dalam keseimbangan seperti ini upah akan mencapai sebesar W* dan jumlah
tenaga kerja yang di minta perusahaan adalah sejumlah L*. Pada tingkat upah
sebesar W*, ini belum memuaskan para buruh. Maka SB kemudian menuntut upah yang
lebih tinggi yaitu W1. Pada tingkat upah itu perusahaan-perusahaan hanya
bersedia mempekerjakan tenaga kerja sebanyak L1, sedangkan penawaran tenaga
kerja pada tingkat upah W1 adalah sebesar L2. Maka terdapat pengangguran dalam
pasar kerja sebanyak L1 – L2
3. Kegiatan Informasi Pasar Kerja
Data
tentang sistem informasi pasar tenaga kerja merupakan sumber informasi penting
terkait bidang pendidikan dan perencanaan keterampilan, perencanaan
pembangunan, serta perencanaan tenaga kerja. Ada dua jenis informasi utama yang
terkait dengan pasar tenaga kerja di Indonesia, yaitu data makro yang
dikumpulkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dan data mikro yang
dikumpulkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. BPS mengumpulkan data
melalui survei tenaga kerja yang mencakup berbagai aspek termasuk perkiraan
angkatan kerja, ketenagakerjaan, dan pengangguran, serta menyediakan informasi
tentang karakteristik pekerja termasuk ketenagakerjaan sektoral, pekerjaan,
upah, jam kerja, serta status ketenagakerjaan. BPS juga melaksanakan survei tentang
perusahaan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengumpulkan data
administratif tentang pencari kerja, lowongan kerja dan penempatan tenaga kerja
melalui kantor layanan ketenagakerjaan publik dan swasta yang menyediakan
layanan ketenagakerjaan secara online maupun secara tatap muka di Indonesia.
Layanan-layanan ketenagakerjaan ini menyediakan fasilitas pendaftaran untuk
mengumpulkan, memberi kode serta menyimpan informasi tentang pasar tenaga
kerja. Data administratif tentang karakteristik pencari kerja (suplai tenaga
kerja) dan lowongan kerja (permintaan akan tenaga kerja) yang dikumpulkan
layanan-layanan ketenagakerjaan menyediakan informasi penting untuk memantau
hasil ketenagakerjaan di seluruh negeri. Sebagai contoh, data ini menyediakan
informasi mengenai fluktuasi permintaan dan penawaran yang dapat memberi sinyal
bagi intervensi kebijakan. Data ini dapat memberikan informasi mengenai adanya
kesesuaian atau tidak antara latar belakang pendidikan para pencari kerja
dengan harapan pengusaha terkait kualifikasi mereka. Data ini juga menyediakan
informasi tentang pertumbuhan sektoral dan pekerjaan, serta hasilnya
berdasarkan gender dan kelompok umur. Informasi ini dapat dibagikan dengan
balai pendidikan dan pelatihan agar dapat mendukung penciptaan angkatan kerja
yang “siap kerja”. Tujuan dari paparan teknis ini adalah untuk mengadakan
diskusi tentang informasi pasar tenaga kerja di Indonesia, dengan fokus utama
pada data mikro yang diperoleh dinas tenaga kerja. Paparan ini menjelaskan
tentang layanan ketenagakerjaan di Indonesia serta melaporkan berbagai
kecenderungan pengguna layanan ini. Paparan ini membahas persoalan-persoalan
yang terkait dengan kualitas data dan pemakaian data, untuk memberi rekomendasi
tentang upaya yang perlu diambil agar dapat memperkuat informasi tentang pasar
tenaga kerja di Indonesia.
Peraturan
tentang layanan informasi pasar tenaga kerja di Indonesia Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi memiliki wewenang dan tanggungjawab untuk mengembangkan
dan mengawasi dinas tenaga kerja dan sistem informasi pasar tenaga kerja sesuai
ketentuan berikut ini:
•
UU No. 7 Tahun 1981 mewajibkan semua pengusaha untuk memberikan informasi
terkait ketenagakerjaan, termasuk lowongan kerja, kepada dinas yang mengurusi
persoalan ini.
•
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mencakup semua bidang administrasi
ketenagakerjaan termasuk sistem informasi pasar tenaga kerja dan layanan
ketenagakerjaan.
•
Konvensi ILO No. 88 Tahun 1948 yang telah diratifikasi Indonesia tahun 2002 dan
menjamin penyediaan layanan ketenagakerjaan publik secara gratis untuk warga
negara. 2 Program-program pasar tenaga kerja yang lain dapat mencakup program
ketenagakerjaan publik, subsidi ketenagakerjaan, program pelatihan dan program
kewirausahaan. Layanan-layanan ketenagakerjaan.
4. Dinamika Pasar Kerja
Dalam bahasan
mengenai dinamika pasar kerja ini akan dikaji hal-hal yang berkaitan dengan
penawaran tenaga kerja di suatu daerah, permintaan akan tenaga kerja di suatu
daerah serta permintaan dan penawaran tenaga kerja di suatu daerah/negara.
4.1
Penawaran tenaga kerja di suatu daerah
Penawaran tenaga
kerja di suatu daerah tertentu , yang merupakan penjumlahan penurunan tenaga
kerja seluruh keluarga yang ada di daerah yang bersangkutan , penting untuk
diketahui. Untuk menyederhanakan pembahasan, diumpamakan bahwa di suatu daerah
terdapat tiga keluarga yakni keluarga A,B, dan C , masing masing dengan kurve
penawaran Sa, Sb, dan Sc (lihat Gambar 4.1). Dengan demikian jumlah penawaran
tenaga kerja secara keseluruhan, sebut saja St, adalah penjumlahan penawaran
tenaga kerja dan ketiga keluarga tersebut (lihat Gambar 4.2)
Gambar 4.1 Penawaran
Tenaga Kerja Gambar 4.2
Penawaran Tenaga Kerja
Keluarga Daerah
Tk Upah Tk
Upah
Sa
Sc Sb St
W3 W3
C’ D'
C E D
W2
B W2 A’ B’
A
W1 W1
0 0
Jam kerja/jumlah orang jam
kerja/jumlah orang
Gambar
4.2 menggambarkan penawaran tenaga kerja di daerah tertentu, sebagai
penjumlahan penawaran dari tiap-tiap keluarga sebagaimana dilukiskan dalam
Gambar 4.1 Untuk tingkat upah W1 tidak ada keluarga yang menawarkan jasanya
untuk bekerja sehingga jumlah penawaran tenaga kerja di daerah tersebut menjadi
nol.
Untuk
tingkat upah W2, keluarga A menawarkan W2A, keluarga B mennawarkan W2b dan
keluarga C tidak menawarkan tenaga kerja. Dengan demikian untuk daerah itu
penawaran tenaga kerja adalah W2B’, yaitu W2A’ ditambah dengan A’B’. Demikian
selanjutnya untuk tingkat upah W3, keluarga A menawarkan W3C, keluarga B
menawarkan W3D dan keluarga C menawarkan W3E. penawaran tenaga kerja untuk
daerah tersebut adalah W3E’ yang merupakan penjumlahan antara (=(W3C), C’D’ *
(W3D) dan D’E’ (W3E). Dengan melakukan hal serupa untuk beberapa tingkat upah
yang berbeda, kurve penawaran tenaga kerja untuk daerah yang bersangkutan dapat
digambarkan, misalnya St dalm Gambar 4.2. Fungsi penawaran tenaga kerja untuk
daerah tertentu tidak beda halnya dengan pola fungsi penawaran tenaga kerja
dari suatu keluarga yaitu bahwa 1) fungsi penawaran merupakan fungsi dari tingkat upah, dan 2) fungsi penawaran
mempunyai titik belok dan tingkat upah kritis.
4.2 Permintaan tenaga kerja di
suatu daerah
Jika
dihubungkan dengan pembahasan tentang permintaan tenaga kerja, maka permintaan
akan tenaga kerja merupakan fungsi tingkat upah (sama halnya denganpenawaran
tenaga kerja). Artinya, semakin tinggi tingkat upah, semakin kecil jumlah
permintaan tenaga kerja yang dilakukan oleh pengusaha/pihak organisasi.
Gambaran secara rinci tentang kondisi ini disajikan pada Gambar 4.3 dan Gambar
4.4. Gara-gara D1, D2, dan D3 adalah tiga kurve permintaan dari tiga perusahaan
yang berbeda. Masing-masing perusahaan memilik fungsi permintaan yang berbeda
sesuai dengan skala perusahaan, jenis perusahaan, dan tingkat teknologi yang
digunakan.
Diumpamakan
terdapat tiga perusahaan di suatun daerah sebut saja P1, P2, dan P3. Permintaan
dari ketiga perusahaan ini masing-masing digambarkan dengan kurve D1, D2, dan
D3. Sama halnya dengan yang terjadi pada penawaran tenaga kerja, permintaan
total akan tenaga kerja di daerah yang bersangkutan merupakan penjumlahan
permintaan dari semua semua perusahaan yang ada di daerah tersebut. Pada
tingkat upah W1, tidak ada permintaan dari perusahaan, sehingga permintaan
tenaga kerja di daerah itu adalah nol untuk tingkat upah W2 (yang lebih rendah
dari W1), permintaan tenaga kerja dan perusahaan P1 adalah W2A, dan perusahaan
P2 adlaah W2B, dan perusahaan P3 adalah WC (lihat gambar 4.3 dan 4.4). Jumlah
permintaan total tenaga kerja di daerah itu digambarkan dengan W2C’ (lihat
gambar 4.4), yang merupakan penjumlahan dari W2A’ (=W2A), A’B’ (=W2B) dan B’C’
(=W2C’).
Gambar
4.3 Kurve Permintaan Gambar
4.4 Kurve Permintaan
Satu Perusahaan Satu Daerah
Tk
Upah Tk
Upah
W1 W1
C
A B
W2 D2 W2 A’ B’ C’
D1
D3 Dt
0 0
Jumlah jam/orang Jumlah
jam/orang
Dengan
melakukan langkah serupa untuk tingkat upah yang berbeda , kurve permintaan
untuk daerah yang bersangkutan (Dt) dapat digambarkan (lihat Gambar 4.4).
Ketentuan-ketentuan tentang permintaan tenaga kerja di suatu daerah berlaku
sama dengan yang berlaku di suatu perusahaan, yakni 1) permintaan tenaga kerja
di suatu daerah merupakan fungsi tingkat upah dan 2) kurve permintaan menurun
dari kiri ke kanan, artinya semakin tinggi tingkat upah, jumlah tenaga kerja
yang diminta semakin kecil.
4.3 Permintaan dan penawaran tenaga
kerja
Pada
penjelasan tentang penawaran dan permintaan tenaga kerja dapat disimpulkan
bahwa 1) penawaran merupakan fungsi tingkat upah, 2) penawaran tenaga kerja di
suatu daerah merupakan penjumlahan penawaran tenaga kerja seluruh keluarga di
suatu daerah tersebut(St), 3) permintaan tenaga kerja di suatu daerah merupakan fungsi tingkat
upah, 4) jumlah permintaan tenaga kerja di suatu daerah merupakan jumlah
permintaan tenaga kerja seluruh pengusaha yang ada di daerah yang bersangkutan
(Dt). Selanjutnya jumlah permintaan tenaga kerja (St) dan permintaan tenaga
kerja (Dt) kembali merupakan tingkat upah dan jumlah penempatan untuk periode
berikutnya.
Perpotongan
antara St dengan Dt disebut titik temu (equilibrium)
yang menentukan besarnya penempatan atau jumlah orang yang bekerja (Lt) dan
tingkat upah yang berlaku (Wt). Pada Gambar 4.5, St dan Dt dapat dianggap
sebagai penawaran dan permintaan tenaga kerja di suatu negara, yang merupakan
penjumlahan penawaran dan permintaan tenaga kerja untuk seluruh keluarga atau
daerah di negara tersebut.
Gambar 4.5 Penawaran dan permintaan
Tenaga Kerja Satu Daerah/Negara
Tk
Upah
St
E
Wt
Dt
0
Lt Jml
penawaran/permintaan
5.
Menganalisis
Kondisi Riil Pasar Kerja di Indonesia
Kondisi Pasar Kerja Indonesia Saat ini
Pasar kerja saat ini di Indonesia
masih didominasi oleh lapangan kerja di sektor bahan mentah, yakni pertanian,
perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan.Dimana sektor tersebut menyerap
35% lapangan kerja. Sedangkan dari segi status pekerjaan, dominan masih
berstatus buruh/pegawai/karyawan yang sebesar yang hampir 36,4 %. Masih
bertumpunya sektor lapangan pekerjaan di Indonesia pada bahan mentah akan
sangat lambat membantu untuk dapat mencapai Indonesia sebagai Negara maju di
tahun 2025. Pemerintah harus dapat meningkatkan sektor lapangan kerja ke sektor
yang memiliki nilai tambah seperti industri agar dapat cepat menyerap tenaga
kerja. Masih tingginya peran sektor ekonomi bahan mentah dalam penyerapan
tenaga kerja tidak diikuti dengan perlindungan lingkungan hidup yang terkadang
akan menjadi hambatan baik secara langsung atau tidak langsung terhadap sektor
lapangan kerja tersebut. Pemerintah harus terus menggalakkan pembangunan
ekonomi dengan konsep “ekonomi hijau”, “ekonomi biru” dan “pembangunan
berkelanjutan”.
Status pekerja yang masih didominasi
dengan buruh/karyawan/pegawai menandakan bahwa penduduk di Indonesia masih
kurang memanfaatkan atau memilih bergelut di sektor kewirausahaan yang padahal
merupakan sektor yang dapat menciptkan lapangan kerja dan lebih menguntungkan
secara ekonomis jika diikuti dengan manajemen yang baik. Dengan masih tingginya
status pekerja sebagai buruh/karywan/pegawai, pemerintah maupun swasta secara
serta merta harus dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sehingga mereka dapat
menjalankan hisup “layak” sehingga akan meningkatkan produktivitas pekerja
secara langsung nantinya.
Isu Ketenagakerjaan Terkini
Isu ketenagakerjaan (Bappenas) saat ini antara lain:
·
Masih
adanya kecenderungan penurunan pekerja formal dalam beberapa kurun tahun
terakhir dibandingkan pekerja informal .
·
Masih
besarnya lapangan pekerjaan di sektor informal yang tidak dibarengi dengan
meningkatnya kesejahteraan pekerja informal. Adanya kecenderungan menurunnya
pekerja formal pada lima tahun terakhir ini juga menjadi penyebab meningkatnya
jumlah pekerja informal. Besarnya lapangan kerja informal membutuhkan perhatian
khusus pula akan pemenuhan kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, sandang, dan
papan yang kesemuanya itu harus dicerminkan dari upah riil pekerja informal.
Peningkatan upah pekerja di industri besar tanpa mempertimbangkan produktivitas
akan diikuti oleh tingkat pengangguran yang tinggi serta tekanan bagi upah
pekerja informal yang menimbulkan perbedaan upah yang semakin lebar antara
pekerja formal dan informal.
·
Dengan
terbatasnya kesempatan kerja di Indonesia, sementara peluang kesempatan kerja
di luar negeri cukup besar maka permasalahan TKI juga akan mewarnai kondisi
ketenagakerjaan yang membutuhkan perhatian utama dari pemerintah. Pemerintah
harus terus meningkatkan upaya penyempurnaan peraturan bagi TKI, yakni dengan
meninjau kembali mekanisme perekrutan, pelatihan, pemberangkatan, penempatan,
perlindungan, dan pemulangan TKI.
·
Dengan
meningkatnya tuntutan dunia kerja akan tenaga kerja terampil, ahli, dan
kompeten seiring dengan tuntutan ekonomi global dibutuhkan perhatian ekstra
untuk penyiapannya. Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang telah
terbentuk pada tahun 2005 diharapkan dapat melaksanakan sertifikasi kompetensi
tenaga kerja sesuai dengan tugasnya secara independen, transparan dan
obyektif.Badan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal penyiapan tenaga kerja
Indonesia yang terampil, ahli, dan kompeten dalam rangka menghadapi persaingan
global.
·
Dengan
meningkatnya perkembangan perekonomian Indonesia yang diiringi dengan
meningkatnya intensitas hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja,
maka upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis membutuhkan
perhatian pula dari pemerintah. Hubungan industrial yang harmonis dapat
tercipta jika terdapat keseimbangan dan kesejajaran antara pekerja dan pemberi
kerja dalam memperjuangkan hak-haknya.
·
Lemahnya
pendidikan kewirausahaan di Indonesia.
·
Para
lulusan dari bidang pendidikan umum kesulitan untuk menciptakan usaha sendiri.
Persoalan berikutnya adalah mengenai upah minimum yang biasanya tidak sesuai
dengan standar hidup yang layak. Hal ini mempengaruhi persoalan berikutnya
mengenai kesejahteraan pekerja akibat upah riil buruh yang menurun.Standar upah
minimum yang ditetapkan pemerintah kerap tidak sejalan dengan laju inflasi dan
tingkat kebutuhan tenaga kerja.
·
Biaya
“siluman” lebih besar dari biaya buruh. Itu tentang sogok-menyogok dan biaya
birokrasi yg tinggi, jika biaya siluman dan biaya untuk memenuhi urusan
birokrasi tidak sebesar saat ini, keuntungan yang diperoleh perusahaan bisa
disalurkan untuk kesejahteraan karyawannya sehingga pengusaha bisa memberi
porsi yang lebih besar untuk gaji karyawannya
Selain isu terkini diatas, penulis
merangkum beberapa isu terkini lain hingga saat ini, yaitu:
Kebijakan Pemerintah Terkait
Ketenagakerjaan
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi :
Ø Menyediakan pekerjaan untuk sementara waktu
bagi 205.520 orang penganggur melalui padat karya produktif dan infrastruktur di
351 kab/ kota.
Ø Memfasilitasi 12.900 orang pekerja anak yang
ditarik dari Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak (BPTA) untuk kembali ke
dunia pendidikan atau memperoleh pelatihan keterampilan.
Ø Mengurangi jumlah anak yang bekerja pada
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak
Ø Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja
dan Produktivitas;
Ø Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan
Kerja;
Ø Program Pembinaan Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
Ø Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan
Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan;
Ø Peraturan yang dapat mendorong penciptaan
kesempatan kerja dan memperkuat lembaga hubungan; industrial (penyempurnaan
revisi UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan);
Ø Meningkatnya pengamanan kepergian TKI ke Luar
negeri untuk mencegah TKI illegal
Ø Terintegrasinya pelayanan penempatan
calon TKI di daerah
Ø Bursa kerja online di setiap
provinsi/kabupaten/ kota
Ø Memaksimalkan fungsi Unit Pelaksana Teknis
bidang ketenagakerjaan baik di tingkat Pusat maupun daerah, seperti Balai Besar
Latihan Kerja Industri/UPTD/Balatrans
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI):
- Peningkatan kemampuan SDM
dilakukan dengan meningkatkan kompetensi tenaga kerja indonesia yang
disesuaikan dengan 6 (enam) koridor MP3EI.
- Penyelarasan antara pasokan
maupun permintaan tenaga kerja yang dapat dilakukan pemerintah melalui 22
kegiatan ekonomi utama dalam Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di MP3EI.
- Penyediakan tenaga kerja dengan kompetensi yang selaras, dengan 2 cara yaitu melalui (i) jalur pendidikan formal dan (ii) jalur pelatihan dalam berbagai bentuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar